Bahasa Tubuh dan Intonasi Negatif, Ancaman Tersembunyi bagi Kesehatan Jantung dan Mental

Oleh: M. Sanusi Madly, Pengamat Kesehatan


Foto: M. Sanusi Madly (20/1) 

BANDA ACEH,REAKSINEWS.ID |  Dalam kehidupan sehari-hari, tekanan emosional dan stres ternyata tak hanya memengaruhi kondisi mental, tetapi juga berdampak nyata terhadap kesehatan fisik, khususnya ritme detak jantung. Gangguan irama jantung akibat stres dapat memicu berbagai gangguan kesehatan, termasuk penurunan fungsi otak dan perubahan perilaku.

Sinyal-sinyal yang seringkali luput dari perhatian, seperti bahasa tubuh yang negatif, ekspresi wajah yang tegang, serta nada bicara dengan intonasi kasar atau merendahkan, berpotensi memperburuk keadaan. 

Saat bertemu dengan orang lain, terutama yang memiliki karakter berbeda, penting untuk menjaga ketenangan dan kestabilan ritme jantung agar tubuh tetap berada dalam kondisi sehat.

“Ketika seseorang merasa cemas, marah, atau tertekan, tubuh akan merespons dengan meningkatkan ketegangan saraf, yang secara langsung memengaruhi detak jantung. Ini bukan hanya soal suasana hati, tetapi juga menyangkut kualitas kesehatan secara keseluruhan,” ujar Sanusi Madly, pengamat kesehatan.

Sebuah penelitian dari Institute of HeartMath, lembaga riset internasional yang berfokus pada hubungan antara emosi dan kesehatan jantung, menemukan bahwa kestabilan ritme jantung sangat menentukan performa otak dan tubuh. Untuk mengukur kondisi tersebut, mereka mengembangkan perangkat bernama emWave, yang mampu mendeteksi tingkat koherensi jantung berdasarkan respons emosional seseorang.

Perangkat ini menunjukkan tiga level kondisi jantung melalui warna:

Merah, menunjukkan kondisi emosional yang negatif seperti marah, cemas, atau stres.

Biru, menandakan keadaan netral atau normal.

Hijau, mengindikasikan kondisi koherensi optimal, di mana tubuh dan pikiran berada dalam harmoni.

Menjaga keseimbangan emosi dalam interaksi sosial, menurut Sanusi, menjadi kunci penting untuk mempertahankan kesehatan jantung dan kualitas hidup. Oleh karena itu, setiap individu diimbau untuk lebih peka terhadap bahasa tubuh dan cara berkomunikasi, serta belajar mengelola emosi secara sehat.

“Dalam dunia yang semakin kompleks, kemampuan menjaga ritme jantung sejalan dengan kemampuan menjaga kesehatan secara menyeluruh. Ini bukan sekadar teori, tapi kebutuhan nyata,”(**) 

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak