Oleh: Juwaini Husen
Foto: H. Aiyub Abbas, S.IP, Sekretaris Jenderal Partai Aceh (istimewa)BANDA ACEH,REAKSINEWS.ID | Dalam dinamika politik Aceh yang tak pernah sepi warna, Partai Aceh kembali melakukan langkah strategis dengan menunjuk H. Aiyub Abbas, S.IP sebagai Sekretaris Jenderal yang baru, menggantikan Abu Razak. Keputusan ini diumumkan langsung oleh Ketua Umum Partai Aceh, Muzakir Manaf (Muallem), dan sontak menjadi perbincangan hangat di kalangan pengamat politik dan masyarakat Aceh.
Namun bagi yang mengenal Aiyub Abbas lebih dalam, keputusan ini bukanlah sebuah kejutan. Sejak awal gerakan perjuangan Aceh melalui Gerakan Aceh Merdeka (GAM), nama Aiyub Abbas—yang akrab disapa Abua—sudah menjadi bagian dari sejarah panjang perjuangan rakyat Aceh. Ia bukan sekadar politisi, tetapi pejuang yang pernah mengabdikan dirinya di garis depan perjuangan bersenjata dan kini di medan diplomasi serta politik lokal.
Foto: Gubernur Aceh, H. Muzakkir Manaf, menetapkan, H. Aiyub Abbas, S.IP sebagai Sekretaris Jenderal Partai Lokal Aceh (doc)Dari Lhok Duek Menuju Libya
Lahir pada 2 Mei 1967 di Lhok Duek, Sarah Panyang, Kecamatan Bandar Baru, Kabupaten Pidie Jaya, Aiyub Abbas tumbuh di tengah kehidupan kampung yang sederhana. Pendidikan dasar ditempuhnya di SD Jalan Rata, lalu melanjutkan ke SMP Negeri 1 Geulumpang Minyeuk.
Namun garis hidupnya berubah drastis ketika pada 1987 ia bergabung dengan para pejuang Aceh dan mengikuti pelatihan militer di Camp Tajura, Tripoli, Libya—sebuah kamp pelatihan legendaris tempat para tokoh GAM seperti Muzakir Manaf dan Sarjani Abdullah juga di gembleng.
Di sanalah Aiyub mengasah kedisiplinan, strategi tempur, dan loyalitas, hingga mengantarkannya menjadi sebagai salah satu sosok dan kader penting dalam struktur militer GAM.
Penjaga Setia Tgk. Abdullah Syafi'i
Nama Aiyub Abbas semakin dikenal luas ketika ia menjadi salah satu pengawal pribadi sekaligus pendamping setia Panglima GAM, Tgk. Abdullah Syafi’i. Kedekatannya dengan sosok karismatik itu begitu mendalam. “Lôn tuôh that Tgk Lah, lôn sajan sabé,” kata Abua pada momentum peringatan mengenang Panglima yang syahid pada 22 Januari 2002. (Saya sangat mengenal Tgk. Lah, saya selalu bersama Allahyarham.)
Dalam struktur GAM, Abua menjabat sebagai Staf Komando Pusat dan juga sebagai Kapolda Wilayah Pidie—saat itu Pidie Jaya masih belum berdiri sebagai kabupaten mandiri. Posisi strategis ini menegaskan bahwa dirinya bukan orang sembarangan, melainkan pemegang kepercayaan dalam organisasi perjuangan.
Dari Kombatan Menjadi Bupati
Setelah damai Helsinki 2005, saat konflik bersenjata berakhir, Aiyub Abbas bertransformasi menjadi tokoh sipil yang siap membangun Aceh dari dalam sistem. Ia terpilih sebagai Bupati Pidie Jaya selama dua periode dan berhasil memimpin daerah tersebut melewati masa-masa krusial pembangunan pasca konflik.
Kepercayaan terhadap dirinya tak pernah surut. Ia juga menjabat sebagai Ketua Keamanan Komando Pusat KPA (Komite Peralihan Aceh), sebuah lembaga transisi yang menaungi mantan kombatan GAM setelah perjanjian damai.
Sekjen dengan Wajah Lama dan Pengaruh Baru
Pengangkatan Aiyub Abbas sebagai Sekjen Partai Aceh bukan hanya soal loyalitas, tapi juga representasi simbolik dari kesinambungan antara semangat perjuangan lama dan konsolidasi politik masa kini. Muallem secara terbuka menyebut Abua sebagai sosok yang mampu merekatkan kekuatan internal partai, sekaligus memiliki pengaruh besar dalam menjaga komunikasi dengan kalangan eksternal.
Di tengah tantangan politik yang semakin kompleks, kehadiran Aiyub Abbas di pucuk struktural Partai Aceh menjadi sinyal kuat bahwa partai ini tengah melakukan konsolidasi untuk kembali menjadi kekuatan politik dominan di Aceh.
Dengan rekam jejak panjang, kedekatan emosional dengan akar perjuangan, dan pengalaman pemerintahan yang matang, Abua membawa harapan baru bagi Partai Aceh untuk kembali bangkit di panggung demokrasi lokal.(**)