Ramadhan: Menyelami Sisi Gelap Demi Cahaya Kebaikan

Oleh: Hasan Basri


Foto: Hasan Basri, S.Pd., M.M.

BIREUEN,REAKSINEWS.ID | Dalam heningnya malam Ramadhan, di bawah pancaran bintang yang bertaburan di langit, saya merenungi perjalanan diri. Ada bagian dalam diri yang kerap saya hindari, sisi yang tersembunyi di balik gemerlap citra yang saya bangun. Sisi gelap yang, alih-alih menghilang, justru semakin nyata saat diabaikan.

Kebijaksanaan lama pernah berbisik, "Mengenal sisi gelap diri sendiri adalah jalan terbaik untuk memahami sisi gelap orang lain." Awalnya, saya menganggapnya sekadar kutipan indah tanpa makna mendalam. Namun, seiring waktu dan pengalaman, saya mulai memahami bahwa kebenaran terbesar sering kali tersembunyi dalam kalimat-kalimat sederhana.

Sisi gelap bukan sesuatu yang harus ditakuti, tetapi sesuatu yang harus dikenali. Ia adalah bagian tak terpisahkan dari manusia, sebagaimana cahaya dan bayangan yang selalu berdampingan. Marah, cemburu, benci—emosi-emosi ini bukanlah musuh yang harus dimusnahkan, melainkan pesan yang perlu dimaknai. Dengan memahami akar dari perasaan-perasaan ini, kita bisa mengelolanya dengan bijak dan tidak membiarkan sisi gelap menguasai diri.

Namun, perjalanan untuk memahami dan menerima sisi gelap bukanlah sesuatu yang mudah. Dibutuhkan keberanian untuk menatap cermin yang memperlihatkan kelemahan dan ketidaksempurnaan kita. Di situlah Ramadhan hadir sebagai cahaya yang membimbing langkah.

Ramadhan: Momentum Transformasi Diri

Bulan suci ini adalah ruang kontemplasi dan pembelajaran spiritual. Dalam keheningan sahur dan sejuknya malam tarawih, kita diajak untuk menahan diri—bukan sekadar dari lapar dan dahaga, tetapi juga dari amarah, dendam, dan prasangka. Puasa bukan hanya soal fisik, tetapi juga latihan jiwa dalam mengendalikan gejolak batin.

Shalat malam menjadi sarana menenangkan hati, membuka ruang untuk refleksi atas segala kekhilafan yang mungkin luput dari kesadaran kita selama ini. Sementara itu, tadarus Al-Qur’an bukan hanya tentang membaca, melainkan juga memahami dan meresapi makna di balik setiap ayatnya. Kitab suci ini menjadi cermin yang memantulkan siapa diri kita sebenarnya, tanpa topeng dan kepalsuan.

Ramadhan adalah madrasah jiwa yang mengajarkan kita untuk menerima diri dengan segala kelebihan dan kekurangan. Menolak sisi gelap hanya akan membuatnya semakin kuat, tetapi menerimanya dengan bijak justru menjadikannya sebagai pijakan untuk tumbuh dan berkembang.

Menemukan Kemenangan Hakiki

Ketika kita mampu memahami dan menerima sisi gelap diri sendiri, kita akan lebih mudah berempati terhadap orang lain. Kita tidak lagi terburu-buru menghakimi, sebab kita sadar bahwa setiap insan memiliki perjuangan batinnya masing-masing.

Di penghujung Ramadhan, kemenangan sejati bukan hanya sekadar berhasil menahan lapar dan haus, tetapi juga kemenangan dalam mengendalikan hawa nafsu, membebaskan diri dari belenggu ego, serta menemukan ketenangan dalam kejujuran terhadap diri sendiri.

Semoga setelah melewati madrasah Ramadhan, kita keluar dengan hati yang lebih bersih, jiwa yang lebih kokoh, dan pemahaman yang lebih dalam tentang makna kehidupan.

Jeunieb, 17 Maret 2025
(Hasan Basri, S.Pd., M.M.)

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak