BIREUEN,REAKSINEWS.ID | Pembangunan tiga unit rumah layak huni di Desa Garot, Kecamatan Pandrah, Kabupaten Bireuen, yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Gampong (APBG) Tahun Anggaran 2024, terkesan molor dan mendapat sorotan terkait dugaan intervensi dalam pelaksanaannya.
Ketua Tim Pelaksana Kegiatan (TPK), Zulkifli, menjelaskan bahwa proyek ini mengalokasikan dana sebesar Rp210 juta untuk tiga unit rumah, dengan anggaran Rp70 juta per unit. Dana tersebut mencakup pajak (PPN), upah tukang, dan operasional lainnya. Rumah tersebut diberikan kepada tiga penerima manfaat, yakni T.M. Yusuf, Zulfadli, dan Zulfadhli Muhammad.
Namun, Zulkifli menyebutkan, proses pembangunan salah satu unit rumah mengalami kendala karena adanya perubahan desain yang diajukan oleh penerima manfaat, Zulfadli. “Desain rumah yang telah ditetapkan dalam RAB diubah oleh salah satu penerima, sehingga pembangunan dihentikan sementara. Tidak ada aturan yang membenarkan perubahan desain rumah bantuan pemerintah sesuai keinginan penerima,” ujar Zulkifli, Rabu (22/1/2025).
Dua dari tiga unit rumah hampir selesai dan hanya membutuhkan proses penyelesaian akhir (finishing). Namun, pembangunan rumah milik Zulfadli dihentikan sementara untuk mencari landasan hukum yang tidak bertentangan dengan ketentuan yang berlaku.
Zulkifli juga mengungkapkan bahwa pelaksanaan pembangunan rumah Zulfadli kerap diintervensi oleh Ketua Lembaga Tuha Peut Desa Garot, Muthni. “Intervensi itu terjadi mulai dari pengadaan material hingga pembenaran atas perubahan desain rumah. Hal ini terjadi karena penerima manfaat, Zulfadli, merupakan abang kandung Ketua Tuha Peut,” kata Zulkifli, didampingi Hendra dan Husaini, dua kepala dusun setempat.
Dalam peraturan, Lembaga Tuha Peut memiliki kewajiban untuk mendahulukan kepentingan umum di atas kepentingan pribadi, kelompok, atau golongan, sebagaimana diatur dalam Pasal 73 ayat (d) Qanun Kabupaten Bireuen Nomor 6 Tahun 2018 tentang Pemerintahan Gampong.
Selain itu, Pasal 74 ayat (a) melarang Lembaga Tuha Peut melakukan tindakan yang merugikan kepentingan umum, meresahkan masyarakat, atau mendiskriminasi warga. Ayat (c) menyalahgunakan wewenang, Ayat (g) sebagai pelaksana proyek Desa.
Proyek ini diharapkan dapat segera diselesaikan sesuai dengan aturan yang berlaku tanpa adanya konflik kepentingan yang merugikan masyarakat. (Tim)