Foto: Restorative Justice Perdana tahun 2025 perkara penganiayaan di Kejaksaan Negeri Bireuen, Aceh (9/1)
BIREUEN,REAKSINEWS.ID | Kejaksaan Negeri (Kejari) Bireuen menerapkan kebijakan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif (Restorative Justice/RJ) dalam penanganan kasus penganiayaan. Proses perdamaian berlangsung di Kantor Kejari Bireuen pada Kamis (9/1/2025) dan dipimpin langsung oleh Kepala Kejari Bireuen, Munawal Hadi, S.H., M.H.
Dalam kesempatan tersebut, Munawal Hadi didampingi oleh Kepala Seksi Pidana Umum (Kasi Pidum) Firman Junaidi, S.E., S.H., M.H., serta jaksa fasilitator. Proses perdamaian dihadiri oleh keluarga korban, tersangka, serta perangkat gampong.
Kasus ini berawal pada Sabtu (6/4/2024) di Desa Bandar Bireuen, Kecamatan Kota Juang, Kabupaten Bireuen. Saat itu, tersangka berinisial EA bersama beberapa saksi mendatangi toko milik korban untuk membayar sebagian utang. Namun, perdebatan antara tersangka dan korban berujung pada tindakan penganiayaan yang dilakukan oleh tersangka.
“Tersangka diduga melanggar Pasal 351 ayat 1 KUHP tentang penganiayaan, yang ancamannya maksimal dua tahun delapan bulan penjara,” jelas Munawal Hadi.
Setelah dilakukan mediasi oleh jaksa fasilitator, kedua belah pihak sepakat untuk berdamai. Tersangka berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya di masa mendatang. Perkara ini selanjutnya akan diajukan ke Kejaksaan Tinggi Aceh dan menunggu persetujuan dari Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM PIDUM) untuk proses penghentian penuntutan.
Munawal Hadi menegaskan bahwa keberhasilan ini menjadi langkah awal penerapan keadilan restoratif di tahun 2025. Kejari Bireuen berkomitmen untuk mengedepankan pendekatan hukum yang lebih humanis dalam penegakan hukum.
“Keberhasilan ini merupakan yang pertama di tahun 2025 dan ke depannya diharapkan lebih banyak perkara yang bisa diselesaikan melalui pendekatan Restorative Justice agar hukum bisa tegak tanpa mengabaikan sisi kemanusiaan,” pungkasnya.(**)