Hak Angket Pemilu 2024 Bukan Sebatas Kepentingan Elektoral

Foto: Praktisi Hukum Non Hakim Dewan Sengketa Indonesia (DSI) Irfadi, S.Pd.I., NL.P., CPM (doc)

ACEH-REAKSINEWS.ID | Hak angket tidak serta-merta dikaitkan dengan pemakzulan pimpinan atau Kepala Negara maupun penyelenggara Pemilu, hal tersebut berujung penggunaan hak interpelasi dan menyatakan pendapat dari anggota DPR. 

Publik mesti paham, hak angket bisa berkaitan dengan pembenahan sistem pemilu dan perwakilan selanjutnya termasuk menjaga demokrasi.

Soal berbagai kecurangan yang terhembus dari netizen ataupun melalui media, itu belum semestinya sebuah kebenaran atau tidak, apalagi dalam penyelenggaraan Pemilu 2024 sebagian kalangan menyikapi dengan mewacanakan hak angket di Parlemen, 

Apa tujuannya dibalik dari usulan hak angket tersebut? Kendati menjadi polemik, hak angket prinsipnya menjadi hak konstitusional anggota dewan di parlemen. 

Lantas bagaimana pandangan sejumlah pakar hukum tata negara? Bila memang itu terjadi, warga harus tahu, yang bisa dibuat angket adalah untuk pemerintah, sedangkan untuk sebuah lembaga yang dipertanggungjawabkan dengan badannya sendiri, itu tidak bisa diangketkan, tidak ada dasar. Contoh KPU dan Bawaslu.

Lanjut Praktisi Hukum Non Hakim Dewan Sengketa Indonesia (DSI) Irfadi, S.Pd.I., NL.P., CPM, selaku Mediator Bersertifikasi Mahkamah Agung, berpandangan hak angket bukanlah hal baru dalam pemilu. Sebab, hak angket pernah ditempuh pada penyelenggara Pemilu 2009. 

Saat itu hak angket soal daftar pemilih tetap yang diusulkan oleh 22 anggota DPR lintas 6 fraksi. Hak angket yang terjadi pada tahun tersebut terjadi sebelum pencoblosan, artinya memastikan DPT. Itu boleh-boleh saja untuk memastikan hal pilih.

Hak angket dalam istilahnya merupakan hak Propogatif Pemerintah atau Parlemen misalnya DPR untuk melakukan penyelidikan terhadap pelaksanaan suatu UU yang berkaitan dengan hal penting strategis pembangunan daerah/wilayah, 

Dan berdampak luas terhadap kehidupan bermasyarakat berbangsa bernegara yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Nah, disini dalam pemilu 2024 pasca pencoblosan, pihak yang memiliki kewenangan mengajukan hak angket adalah KPU atau Bawaslu, bukan anggota dewan di parlemen. 

Karena KPU dan Bawaslu merupakan Sebuah Lembaga Khusus yang berpedoman pada undang-undang KPU, begitu juga Bawaslu, itu merupakan badan penyelenggara mengawasi pemilu. 

Sementara mekanisme pengajuan hak angket diatur secara gamblang dalam UU No. 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD, yakni paling sedikit 25 anggota DPR dan lebih dari satu fraksi. Dengan begitu, konsolidasi mesti berbasis kekuatan politik di DPR, tidak dikaitkan dengan hasil pemilu.

"Hak angket itu harus dilihat lebih besar dari pada kepentingan Pilpres atau Pileg, harus pula dilihat dari pada kepentingan elektoral," bukan sebatas kita buat, ujar Irfadi, Senin, (25/2).

Bagi Irfadi yang menyandang status Dewan Sengketa Indonesia (DSI), hak angket juga dapat dianggap sebagai pelaksanaan fungsi pengawasan DPR untuk memastikan UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dijalankan dengan baik dan tidak ada pelanggaran terhadap implementasinya. 

Selain itu, hak angket bisa ditempatkan sebagai kepentingan menjaga demokrasi Indonesia dan memperbaiki pemilu tahap selanjutnya.

Adapun "Perselisihan hasil dalam Mahkamah Konstitusi (MK) itu persoalan tersendiri, persoalan hak angket tidak melulu akan berujung pada pengaruh terhadap hasil," melainkan jadi bahan pertimbangan untuk pembenahan dan perbaikan serius terhadap sistem pemilu yang akan berlangsung dikemudian hari, ujar Irfadi.

Meski ada pandangan masyarakat persoalan pemilu seharusnya diajukan kepada MK, Irfadi berpendapat publik harus melepaskan dahulu kepentingan politik sekelompok,

"Pinggirkan dulu kepentingan membatalkan hasil pemilu lantaran hak angket merupakan hak DPR untuk menegakkan peraturan perundang-undangan demi praktik pemilu dan demokrasi yang konstitusional, bukan untuk membatalkan hasilnya.

Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) pernah mengingatkan, Pemilu 2024 tidak hanya saja Pilpres, tapi masih terdapat Pileg yang mesti mendapat perhatian serius, apabila terdapat indikasi kecurangan hasil Pileg, itupun menjadi cakupan objek hak angket. Karena hak ini holistis, melampaui kepentingan Pilpres. 

"Maka jangan beranggapan hak angket itu semata-mata untuk membatalkan hasil pemilu,” ujarnya.

Perbedaan hak dan sengketa;

Terkait perbedaan Hak dan Sengketa, dalam hal ini berpendapat hak angket dan perselisihan hasil pemilu merupakan dua hal berbeda. Contohnya, bila para wakil rakyat ingin menyelidiki dugaan pelanggaran dalam penyelenggaraan Pilpres menjadi hal yang sah dan wajar.

Bila kemudian hasil pengusutan oleh anggota DPR terdapat pelanggaran-pelanggaran terhadap peraturan perundangan melalui kebijakan strategis yang ada di pemerintah terhadap penyelenggaraan pemilu, maka bisa dilanjutkan dengan hak menyatakan pendapat.

"Hak menyatakan pendapat inilah yang akan dibawa kepada MK, tapi jalurnya bukan Perselisihan Hasil Pemilu (PHPU), tapi lewat kewajiban Mahkamah Konstitusi untuk memutus dugaan DPR atas pelanggaran yang dilakukan oleh presiden," ujarnya.

Hak angket maupun PHPU bisa dilakukan masing-masing karena berbeda ‘jurusan’, hasil yang satu tidak bergantung pada hasil yang lain. Hasil hak angket tidak berpengaruh terhadap hasil PHPU, pun sebaliknya. "Karena ini dua hal yang berbeda maka dilakukan dua-duanya secara bersamaan, tidak ada masalah," lanjutnya.

Contohnya, 
MK memutus mengabulkan dugaan-dugaan pelanggaran yang tercantum dalam hak angket, kemudian Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) menyetujui pelanggaran tersebut maka bisa terjadi pemakzulan kepala negara. 

Sementara, hasil PHPU adalah yang akan mempengaruhi pasangan calon presiden dan calon wakil presiden, seperti pemungutan suara ulang atau diskualifikasi.

Perihal persyaratan hak angket, sesuai dengan Pasal 199 ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 yakni diusulkan oleh paling sedikit 25 anggota DPR dan lebih dari satu fraksi, 

Maka publik juga harus paham bahwa ada beda ketentuan dengan PHPU, Hak angket tunduk pada hukum tata tertib DPR, sedangkan PHPU tunduk kepada hukum acara Mahkamah Konstitusi.

Dalam hal ini, Irfadi mentamsilkan Ganjar Pranowo Sebagai Calon Presiden, disini bukanlah anggota DPR. Makanya Ganjar tak dapat mengajukan hak angket. Namun demikian, hak angket dapat diusulkan melalui partai tempatnya bernaung yang memiliki wakil di kursi parlemen.

"Tapi jangan dilihat (semata, red) Pak Ganjar, karena Pak Ganjar bukan sebagai anggota DPR, disitu posisinya,” katanya.

Sebelumnya, calon presiden nomor urut 3 Ganjar Pranowo mewacanakan penggunaan hak angket di DPR merespons berbagai kecurangan dalam penyelenggaraan Pilpres. 

Menurut Ganjar, penggunaan hak angket merupakan hal biasa yang terjadi di Indonesia untuk dapat mengklarifikasi sebuah permasalahan sehingga dinilai sebagai tindakan yang baik.

"Angket itu adalah cara terbaik ketika kemudian ataupun hari ini kondisi pemilunya seperti ini. Kan ada cerita Sirekap (Sistem Informasi Rekapitulasi), kan ada cerita server di Singapura,” Ungkap Ganjar saat diwawancarai oleh Metro Tv". ujarnya. [*]

Reaksinews.id

Merupakan Editor dan Penulis di Portal Situs berita Online reaksinews.id yang berkantor di Bireuen di bawah PT. REAKSI MEDIA PRATAMA

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak