BANDA ACEH | Mengapa kisruh Uji Kompetensi Wartawan (UKW) tiada henti hingga terbangun gunung merapi ditengah kehidupan dunia wartawan/Jurnalistik. Ada apa dengan UKW, siapa dalang yang ingin membangun gelombang tsunami dalam dunia Jurnalistik, peru dicari dalangnya, karena wartawan/Jurnalistik bukan sebuah sinetron perwayangan.
Sejarah pers telah sedia ada sejak zaman Romawi kuno. Pada masa kekaisaran Julio Cesar sebelum masehi, usia perjalanannya sudah ribuan tahun silam. Lurus melewati pasang dan surut seiring berkembangnya zaman. Walaupun sedemikian terjal, namun perjalanannya tidak akan pernah dibiarkan mati.
“Sejarah pers sudah berusia sangat tua hingga menjadi cikal bakal lahirnya pers masa kini. Sesungguhnya bila dihayati, kehadirannya merupakan satu hal yang luar biasa,"Yang lain boleh mati, namun jurnalisme pers tidak pernah mati,” perlu penghayatan bersama dari para tokoh pers Nasional.
Mengapa hal itu bisa terjadi?? Sudah barang tentu sebuah informasi berhubungan dengan pengetahuan, fakta berkaitan pembuktian. Sedangkan kebenaran merupakan tujuan esensi dari semua bentuk interaksi manusia.
“Sebagai profesi, jurnalis berhubungan erat dengan informasi, tentu ianya harus memiliki fakta dan kebenaran itu sendiri,” makanya dunia kewartawanan tidak pernah mati, sejatinya akan terus menggema di muka bumi.
Kerja Peradaban
Kerja seorang jurnalis merupakan kerja peradaban. “Kalau sebut kerja peradaban, kita sama-sama paham apa itu kebaradaban dan tentunya harus dijaga dan peradaban harus sesuai dengan lingkungan, sesuai perkembangan zaman untuk kemanfaatannya,” itulah fakta.
Ketika menghayati kode etik jurnalistik, maka kita akan melihat tiga hal penting di dalam profesi seorang jurnalis diantaranya;
Pertama, tentu yang terkait dengan integritas, Kedua menyangkut cara jurnalis bekerja, dan yang Ketiga menyangkut motivasi jurnalis itu sendiri dalam bekerja.
Dari ketiganya, kita akan mendapatkan pemahaman bahwa peran jurnalis dan instusinya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara tentunya sangat penting.
Pers dan jurnalis telah membawa bangsa ini berkembang dan maju sedemikian rupa. Melalui pers dan jurnalis juga, kemerdekaan itu diperjuangkan.
"Kebenaran sebagai satu kejadian diinformasikan kepada khalayak, pengetahuan itu disebarkan, pembangunan digelorakan, bahkan tidak jarang sekarang diglorifikasikan. Komunikasi antara pemimpin dan rakyat dihubungkan, persatuan dan kesatuan bangsa direkatkan, sikap kritis menjadi terbaru," Seyogyanya fakta karya jurnalis perlu diresapi.
"Pengaruh besar dapat dilihat dari apa yang dikatakan. Sekiranya dimasukkan hal-hal yang baik "must being easy":dengan informasi yang bermanfaat di kepala, maka hasilnya pasti bermanfaat.
Tidak ragu pada spirit kewartawanannya, sebagaimana dikatakan, spirit kewartawanan itu tidak akan pernah pudar,” apapun gelombang yang datang menghempas dunia wartawan.
Hari ini dunia jurnalis kembali dilanda gelombang besar isu UKW, hal tersebut bagaikan gelombang tsunami 2004 lalu. Pemikiran masa wartawan terbelah dan terpecah berantakan, mengapa???
"Disinilah perlunya hadir tokoh pemikir yang jujur dalam kepemimpinan lembaga kewartawanan."Jangan Dijadikan UKW bagai sebuah Kepentingan
Ketika berbicara masalah UKW, perlu sebuah penjelasan yang jujur dan tidak ada dusta diantara pemimpin yang dituakan dalam dunia Perss/Jurnalistik.
Dengan bergeloranya kisruh dimuka bumi Kewartawanan maka penjajah akan masuk dan membantai hak-hak jurnalis, seraya membelenggu kebebasan bekerja seorang jurnalis. Sementara manfaatnya dinikmati oleh pejabat berkepentingan.
Kita kembali dihantui masa suram jurnalis, dari masa penjajahan, masa kemerdekaan, masa orde baru dan masa kini. Ruang lingkup wartawan tidak pernah henti di obrak abrik oleh kepenting demi menggaut keuntungan. Hal ini tak dapat dipungkiri, hingga hari ini kisruh dunia wartawan/ jurnalistik terus diciptakan, sekelompok wartawan terus mempertahankan hak nya sedangkan sekelompok lagi terus mencari keuntungan, bahkan adakalanya membelenggu kebebasan dunia jurnalis.
Tentu kita bertanya." Kenapa ini terus terjadi dan Apakah yang kita pikirkan hari ini masalah perpecahan, kenapa bukan masalah peningkatan serta kemampuan dalam ilmu jurnalistik sepertimana para jurnalis indonesia dimasa lalu. Sejatinya demi bangsa rela mengorban jiwanya dan jiwa jurnalistiknya atau kewatawanannya mampu mengalahkan penjajah bangsa ini.
Penulis berharap." Hentikan pertikaian, bangun kesatuan dan persatuan, Dewan Pers sebagai lembaga agung harus mampu menciptakan kebersamaan dan membangun nama keagungan jurnalistik bangsa ini. Mari bersama membuka mata, sama rasa dan mari sama-sama pula membahasnya. (Penatua)
Oleh : T.Samsul Bahri Wartawan Media Cakradonya.(Red)