Oleh : Prof.DR.H.Bakry Usman,M.Si
BANDA ACEH | Bulan ramadhan merupakan bulan yang penuh kemuliaan dan keberkahan. Pada bulan ini napasmu menjadi tasbih, tidurmu menjadi ibadah, amal-amalmu diterima serta doa-doamu diijabah. Bermohonlah kepada Allah dengan hati yang tulus dan hati yang suci agar Allah membimbingmu.
Sungguh celakalah orang yang tidak mendapatkan ampunan Allah pada bulan yang agung ini. Rasa sedih akan ditinggalkan bulan ramadhan, kita tidak akan pernah tahu, apakah kita akan diberikan kesempatan di tahun depan untuk merasakan indahnya bulan ramadhan.Karena setiap detik Ramadhan akan meninggalkan kita, maka jangan sampai kita menyia-nyiakan.
Berulang-ulang kali, Allah panggil kita dalam kitabNya, tapi adakah telinga yang mau mendengar? Hati yang mau sadar dan mencerna panggilan Allah?
Bukan hanya status yang dirubah, tapi hati yang penuh dengan ketaqwaan, mematuhi perintah Allah, menjauhi laranganNya, mensyukuri nikmat yang Allah berikan dan tidak melupakan-Nya.
Ketahuilah yang menjadi standar kebaikan manusia itu penutupnya, bukan awalnya. Proses memang penting, tapi tetap penutup dari proses tersebut yang akan menjadi penentu apakah dia termasuk orang-orang yang sukses atau dia akan menjadi orang-orang yang merugi? sudah 18 hari kita berpuasa. Dia akan segera pergi meninggalkan kita dengan begitu cepatnya.
Ada sebagian yang telah memenuhi Ramadhannya dengan amalan-amalan yang indah. Tapi tidak sedikit yang meremehkan Ramadhan. Bahkan sebagian sudah menghentikan ibadah puasanya.
Ingat, yang menjadi standar sukses atau tidak di Ramadhan sekarang ini adalah penutupnya.
Ma’asiral Muslimin Yang Dimuliakan Allah"Coba kita lihat baginda Nabi kita Muhammad SAW, apa yang sebenarnya beliau lakukan di 10 hari terakhir? Puncak dari Ramadhan.
“Nabi SAW pada sepuluh hari yang akhir sangat bersungguh-sungguh, sesuatu yang tidak beliau lakukan pada hari-hari yang lain.” (HR. Muslim)
Apakah kita sudah mempersiapkan diri atau kita sudah mulai lemas? Semangat kita mulai kendur, tidak seperti di awal Ramadhan.
“Ketika Rasulullah SAW memasuki sepuluh terakhir, maka beliau menghidupkan malam-malamnya dan membangunkan keluarganya serta mengencangkan ikatan sarungnya” (HR. Muslim)
Rasulullah SAW, manusia yang termulia, yang telah diampuni dosa-dosanya, yang lalu dan yang akan datang, beliau membangunkan keluarganya. Beliau bangunkan istrinya untuk turut beribadah. Beliau datang ke rumahnya Fatimah, beliau datang ke rumahn Ali bin Abi Thalib, beliau membangunkan keduanya dan mengatakan:
“Apakah kalian berdua tidak mau shalat?” (HR. Bukhari)
Demi untuk mendapatkan hasil yang paling sempurna, beliau tinggalkan rumahnya, beliau tinggalkan ranjangnya, beliau tinggalkan keluarganya untuk datang ke rumah Allah ‘Azza wa Jalla, i’tikaf di sana.
Di muka bumi ini banyak tersebar Rumah-rumah Allah, Dimanakah Rumah Allah Tersebut?
Rasulullah SAW Bersabda:
“Tempat yang paling dicintai Allah di muka bumi ini adalah masjid-masjid-Nya.” (HR. Muslim)
Kita masih ada sisa-sisa hari yang perlu kita perjuangkan. Di situ ada satu malam yang Allah Berfirman:
“Malam itu Lebih baik dari seribu bulan.” (QS. Al-Qadr : 3)
Kita bisa melihat bagaimana semangatnya orang bekerja tatkala dijanjikan gaji berlipat ganda. Kita lihat karyawan-karyawan yang dijanjikan apabila engkau tetap di kantor selama sepuluh hari ketika libur, maka akan aku lipat gandakan sepuluh bulan gaji, aku lipatkan seratus bulan gaji, aku lipatkan seribu bulan.
Bagaimana kalau ini Rabbul ‘Alamin yang menawarkan kepada kita? Satu malam ibadah akan dilipat gandakan fahalanya, bahkan fahalanya lebih baik dari beribadah selama 1000 bulan/80 tahun.
Apakah ini akan kita ambil? Atau akan kita sia-siakan begitu saja, Padahal Allah telah memberi kita umur dan kesempatan, belum tentu kita akan diberi kesempatan lagi bertemu dengan Ramadhan tahun mendatang.
Puasa pada hakikatnya adalah meninggalkan syahwat nafsu yang hukum asalnya mubah di luar puasa.
Syahwat nafsu tersebut diharamkan untuk sementara waktu, mulai terbit fajar hingga terbenamnya matahari dan setelah itu dihalalkan kembali.
Oleh karenanya, puasa seseorang tidak akan sempurna kecuali dengan meninggalkan perkara-perkara yang diharamkan oleh Allah dalam segala keadaan, bukan hanya saat berpuasa.
Ibadah puasa adalah salah satu manifestasi ketundukan seorang hamba kepada Allah.
Orang yang berpuasa meninggalkan syahwat-syahwat nafsunya di siang hari untuk mendekatkan diri kepada Allah dan karena taat kepada-Nya. Kemudian berbuka dan kembali memenuhi syahwat nafsunya saat malam tiba juga untuk mendekatkan diri kepada Allah dan karena taat kepada-Nya.
Sabar dalam menjalankan ketaatan kepada Allah itu lebih ringan daripada sabar menghadapi siksa-Nya. Karenanya, hendaklah kita jaga perut kita dari memakan makanan atau minuman yang haram waktu berbuka.
Hendaklah menjaga mata kita dari melihat yang haram, jauhi perkataan kotor yang diharamkan seperti berbohong, ghibah (membicarakan aib seorang muslim yang memang benar ada padanya tanpa ada sebab yang diperbolehkan oleh syara’ di belakangnya). Hendaklah kita jaga pendengaran kita dari mendengar omongan yang haram didengar. (Red)