BIREUEN | Upaya perempuan dalam memperoleh kursi di parlemen sungguh bukan hal yang mudah. Jalannya panjang dan berliku, menembus banyak sekat, dan hingga kini masih sedikit perempuan yang secara sukarela memilih politik sebagai jalan pengabdiannya.
Keberadaan perempuan di parlemen pun hingga kini masih belum mencapai target kuota minimal 30%, untuk menjadi kekuatan politik yang representatif menyuarakan kepentingan perempuan, anak dan keluarga.
Kehadiran perempuan di parlemen bentuk dari politik representasi untuk menghadirkan kebijakan publik yang lebih adil. Namun jumlah yang belum memadai ini perlu memiliki kemampuan komunikasi politik yang baik agar keberadaannya dapat menyelesaikan problem isu perempuan secara signifikan.
Komunikasi politik ialah hal pokok dalam kehidupan manusia, baik dalam aspek pendidikan, budaya, sosial, maupun politik.
Komunikasi politik Indonesia, merupakan salah satu fungsi partai politik untuk menyalurkan beragam pendapat, aspirasi dari masyarakat, dan mengaturnya sedemikian rupa, penggabungan kepentingan dan perumusan kepentingan untuk diperjuangkan menjadi kebijakan publik.
Elemen komunikasi terdiri atas komunikator, pesan yang disampaikan, perantara, penerima pesan dan respons atas pesan yang diterima. Komunikasi dianggap berhasil jika pesan yang disampaikan diterima dengan baik dan mendapatkan respons yang sesuai.
Sebagai mana kita ketahui bahwa, komunikasi menempati posisi fundamental dalam ranah poltik, yang mana tanpa suatu jaringan (komunikasi) yang mampu memperbesar (enlarging) dan melipatgandakan (magnifying) ucapan-ucapan dan pilihan-pilihan individual, maka tidak akan ada namanya politik. Dengan demikian, proses komunikasi amat menentukan dalam pengambilan keputusan politik.
Berpijak dari kalimat diatas, maka perempuan politik dalam perannya sebagai komunikator diharapkan dapat melakukan hal-hal diantaranya;
Pertama, menjadi komunikator yang baik. Kedua, mampu mendefinitifkan pesan yang akan diteruskan pada konstituennya. Ketiga, mampu memilih media atau perantara penyampai pesan yang tepat. Keempat, mampu meyakinkan penerima pesan sehingga memberikan respons yang diharapkannya. Kelima, mampu memperbesar jaringan komunikasi sehingga dukungan terhadap dirinya meluas. Keenam, mampu memformulasikan aspirasi dan respons konstituen menjadi kebijakan politik.
Sebagai komunikator politik yang baik, perempuan politik juga harus mampu menjalankan strategi-strategi komunikasi yang jitu. Di antara strategi yang paling manjur untuk memikat masyarakat dengan turun lapangan menemui konstituen, intens berkomunikasi mengajak mereka untuk berpartisipasi memberikan hak suara pada figur yang tepat.
Sehingga melalui strategi tersebut berbagai aspirasi yang menjadi perioritas akan dicapai diantaranya;
Pertama, mendapatkan masukan, saran dan kritik dari masyarakat terhadap program pembangunan yang telah dilakukan di daerah pemilihan. Kedua, menyerap aspirasi masyarakat terkait rencana pembangunan ke depan, persoalan yang dihadapi masyarakat dan kendala dalam proses pembangunan. Ketiga, menyosialisasikan dan melakukan diseminasi informasi mengenai produk legislasi yang telah dihasilkan sebelumnya. Keempat, membangun komunikasi yang sehat dengan masyarakat di daerah pemilihan, sehingga mudah mengidentifikasi persoalan yang muncul. Kelima, mengukuhkan perannya sebagai wakil rakyat, penyambung lidah rakyat dan penerus aspirasi rakyat dalam sistem menajemen nasional.(Sambar)